Berhatilah dengan kata, karena dari kata bisa timbul luka, dari luka bisa timbul rasa sakit dan dari rasa sakit bisa timbul trauma
Rabu, 10 Desember 2014
Jumat, 05 Desember 2014
Sejarah Geometri
SEJARAH GEOMETRI
A. Pengertian Geometri
Geometri
(Greek; geo= bumi, metria= ukuran) adalah sebagian dari
matematika yang mengambil persoalan mengenai ukuran, bentuk, dan kedudukan
serta sifat ruang. Geometri adalah salah satu dari ilmu yang tertua. Awal
mulanya sebuah badan pengetahuan praktikal yang mengambil berat dengan jarak,
luas dan volume, tetapi pada abad ke-3 geometri mengalami kemajuan yaitu
tentang bentuk aksiometik oleh Euclid, yang hasilnya berpengaruh untuk beberapa
abad berikutnya.
Geometri
merupakan salah satu cabang dalam ilmu matematika. Ilmu Geometri secara harfiah
berarti pengukuran tentang bumi, yakni ilmu yang mempelajari hubungan di dalam
ruang. Sejatinya, ilmu geometri sudah dipelajari peradaban Mesir Kuno,
masyarakat Lembah Sungai Indus dan Babilonia.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi, pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
B. Sejarah Singkat Geometri
Paling tidak ada enam wilayah yang dapat
dipandang sebagai ’sumber’ penyumbang pengetahuan geometri, yaitu:
Babilonia (4000 SM - 500 SM), Yunani(600 SM – 400 SM), Mesir (5000 SM
- 500 SM), Jasirah Arab (600 - 1500 AD), India (1500 BC - 200 BC),
dan Cina (100 SM - 1400). Tentu masih ada negara-negara penyumbang
pengetahuan geometri yang lain, Namun, kurang signifikan atau belum terekam
dalam tradisi tulisan.
Bangsa Babilonia menempati daerah subur yang
membentang antara sungai Eufrat dan sungai Tigris di wilayah Timur
Tengah. Pada
mulanya, daerah ini ditempati oleh bangsa Sumeria. Pada saat itu, 3500 SM, atau
sekitar 5000 tahun yang lalu telah hidup sangat maju. Banyak gedung
dibangun seperti kota waktu kini. Sistem irigasi dan sawah pertanian
juga telah berkembang. Geometri dipikirkan oleh para insinyur untuk keperluan
pembangunan.
Geometri
yang lahir dan berkembang di Babilonia merupakan sebuah hasil dari keinginan
dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa itu. Hal ini
dimaksudkan untuk bisa mendirikan berbagai bangunan yang kokoh dan
besar. Juga harapan bagi para raja agar dapat menguasai tanah untuk
kepentingan pendapatan pajak. Teknik-teknik geometri yang berkembang saat itu
pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif. Akan tetapi, cukup akurat dan
dapat memenuhi kebutuhan perhitungan berbagai fakta tentang teknik-teknik
geometri saat itu termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kiurang tahun
1650 SM dan ditemukan pada abad ke-9. Peninggalan berupa tulisan ini merupakan
bagian dari barang-barang yang tersimpan oleh museum-museum di London dan New
York. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan luas daerah suatu
persegi panjang, segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai kaki tegak lurus
dengan alasnya, serta formula tentang pendekatan perhitungan luas daerah
lingkaran. Orang-orang Mesir rupanya telah mengembangkan rumus-sumus ini dalam
kehidupan mereka untuk menghitung luas tanah garapannya.
Selain melanjutkan mengembangkan geometri, mereka
juga mengembangkan sistem bilangan yang kini kita kenal dengan ’sexagesimal’
berbasis 60. Kita masih menikmati (dan menggunakan) sistem
ini ketika berbicara tentang waktu.
Mereka
membagi hari ke dalam 24 jam. Satu jam dibagi menjadi 60 menit. Satu menit
dibagi menjadi 60 detik. Kita mengatakan, misalnya, saat
ini adalah pukul 9, 25 menit, 30 detik. Kalau dituliskan akan berbentuk pukul 9
25' 30", dan dalam sexagesimal dapat dituliskan sebagai 9 5 25/60 30/3600. Sistem
ini telah menggunakan nilai tempat seperti yang kita gunakan dewasa
ini (dalam basis 10 bukan dalam basis 60).
Bangsa Babilonia mengembangkan cara mengitung
luas dan volume. Di antaranya menghitung panjang keliling lingkaran yang sama
dengan tiga kali panjang garis tengahnya. Kita mengenal harga tiga ini mendekati
harga π . Rumus Pythagoras juga sudah dikenal pada masa itu.
Bangsa Mesir mendiami wilayah yang sangat subur di
sepanjang sungai Nil.Pertanian berkembang pesat. Pemerintah memerlukan cara untuk membagi
petak-petak sawah dengan adil. Maka, geometri maju di sini karena menyajikan
berbagai bentuk polygon yang di sesuaikan dengan keadaan walayah di sepanjang
sungai Nil itu.
Di Yunani, geometri mengalami masa ’emas’nya.
Sekitar 2000 tahun yang lalu, ditemukan teori yang kita kenal dewasa ini dengan
nama teori aksiomatis. Teori berpikir yang mendasarkan diri pada sesuatu yang
paling dasar yang kebenarannya kita terima begitu saja. Kebenaran semacam ini
kita sebut kebenaran aksioma. Dari sebuah aksioma diturunkan berbagai dalil
baik dalil dasar maupun dalil turunan. Dari era ini, kita juga memperoleh
warisan buku geometri yang hingga kini belum terbantahkan, yaitu geometri
Euclides. Geometri yang kita ajarkan secara formal di sekolah merupakan
’kopi-an’ dari geometri Euclides ini.
Di
awal perkembangan Islam, para pemimpin Islam menganjurkan agar menimba ilmu
sebanyak mungkin. Kita kenal belajaralah hingga ke negeri Cina. Dalam era itu,
Islam menyebar di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol, Portugal, dan Persia.
Para matematikawan Islam menyumbang pada pengembangan aljabar, asronomi, dan
trigonometri. Trigonometri merupakan salah satu pendekatan untuk
menyelesaian masalah geometri secara aljabar. Kita mengenalnya menjadi geometri
analitik. Mereka juga mengembangkan polinomial.
Di
wilayah timur, India dan Cina dikenal penyumbang pengetahuan
matematika yang handal. Di India, para matematikawan memiliki tugas untuk
membuat berbagai bangunan pembakaran untuk korban di altar. Salah satu
syaratnya adalah bentuk boleh ( bahkan harus) berbeda tetapi luasnya harus
sama. Misalnya, membuat pangunan pembekaran yang terdiri atas lima tingkat dan
setiap tingkat terdiri 200 bata. Di antara dua tingkat yang urutan tidak boleh
ada susunan bata yang sama persis. Saat itulah muncul ahli
geometri di India. Tentu, bangunan itu juga dilengkapi
dengan atap. Atap juga merupakan bagian tugas matematikawan India. Di sinilah
berkembang teori-teori geometri.
Seperti cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain,
matematika (termasuk geometri) juga dikembangkan oleh para ilmuwan Cina sejak
2000 tahun sebelum Masehi (atau sekitar 4000 tahun yang lalu). Kalau di Eropa terdapat buku
‘Unsur-unsur’, geometri Euclides yang mampu menembus waktu 2000 tahun tanpa
tertandingi, di timur, Cina terdapat buku ‘Sembilan bab tentang
matematika’ yang dibuat sekitar tahun 179 oleh Liu Hui. Buku ini
memuat banyak masalah geometri. Di antaranya menghitung luas dan volume. Dalam
buku itu juga mengupas hukum Pythagoras. Juga banyak dibicarakan tentang
polygon.
Pada
Zaman Pertengan, Ahli matematik Muslim banyak menyumbangkan mengenai
perkembangan geometri, terutama geometri aljabar dan aljabar
geometri. Al- Mahani (1.853) mendapat idea menguraikan masalah geometri seperti
menyalin kubus kepada masalah dalam bentuk aljabar. Thabit ibn Qurra (dikenal
sebagi Thebit dalam Latin) (836 – 901) mengendali dengan pengendalian
arimetikal yang diberikan kepada ratio kuantitas geometri, dan menyumbangkan tentang pengembangan
geomeri analitik. Omar Khayyam (1048 -1131) menemukan penyelasaian geometri
kepada persamaan kubik, dan penyelidikan selanjutnya yang terbesar adalah
kepada pengembangan geometri bukan Euclid.
Pada
awal abad ke-17, terdapat dua perkembangan penting dalam geometri. Yang
pertama, dan yang terpenting, adalah penciptaan geometri analik, atau geometri
dengan koordinat dan persamaan, oleh Rene Descartes (1596-1650) dan Pierre de
Fermat (1601-1665). Ini adalah awal yang di perlukan untuk perkembangan
kalkulus. Perkembangan geometrik kedua adalah penyelidikan secara sistematik
dari geometri proyektif oleh Girard Desargues (1591-1661). Geometri proyektif
adalah penyelidikan geometri tanpa ukuran, Cuma dengan menyelidik bagaimana
hubungan antara satu sama lain.
Dua
perkembangan dalam geometri pada abad ke-19,mengubah cara ia telah dipelajari
sebelumnya. Ini merupakan penemuan Geometri bukan Euclid olehLobachevsky, Bolyai dan Gauss dan
dari formulasi simetri sebagai pertimbangan
utama dalam Program Erlangen dari Felix Klein (yang menyimpulkan
geometri Euclid dan bukan Euclid). Dua dari ahli geometri pada masa itu
ialah Bernhard Riemann, bekerja secara analisis matematika, dan Henri
Poincaré,
sebagai pengagas topologi algebraik dan teori geometrik dari sistem dinamikal.
Sebagai
akibat dari perubahan besar ini dalam konsepsi geometri, konsep
"ruang" menjadi sesuatu yang kaya dan berbeda, dan latar belakang
semula hanya teori yang berlainan seperti analisis kompleks dan mekanik klasikal. Jenis tradisional geometri telah dikenal pasti seperti dari ruang homogeneous, yaitu ruang itu mempunyai bekalan simetri yang mencukupi, supaya dari
poin ke poin mereka kelihatan sama.
C. Tokoh-Tokoh Geometri
1. Thales (640 – 546 SM)
Pada
mulanya geometri lahir semata-mata didasarkan oleh pengalaman. Namun
matematikawan yang pertama kali merasa tidak puas terhadap metode yang didasari
semata-mata pada pengalaman adalah Thales (640-546 SM). Masyarakat matematika
sekarang menghargai Thales sebagai orang yang selalu berkarta “Buktikan itu”
dan bahkan ia selalu melakukan itu. Dari sekian banyak teorema adalah:
- Sudut-sudut alas dari suatu
segitiga samakaki adalah kongruen,
- Sudut-sudut siku-siku adalah
kongruen,
- Sebuah sudut yang dinyatakan
dalam sebuah setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
Hasil
kerja dan prinsip Theles jelas telah manandai awal dari sebuah era kemajuan
matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai alasan logis yang
dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk menurunkan teorema dari
postulat-postulat. Selanjutnya untuk disusun suatu pernyataan baru yang logis.
2. Pythagoras (582-507 SM)
Sepeninggal
Thales muncullah Pythagoras (582-507 SM) berikut para pengikutnya yang dikenal
dengan sebutan Pythagorean melanjutkan langkah Thales. Para Pythagorean
menggunakan metode pembuktian tidak hanya untuk mengembangkan Teorema
Pythagoras, tetapi juga terhadap teorema-teorema jumlah sudut dalam suatu
poligon, sifat-sifat dari garis-garis yang sejajar, teorama tentang
jumlah-jumlah yang tidak dapat diperbandingkan, serta teorema tentang lima
bangun padat beraturan.
Tidak
banyak orang yang beruntung memperoleh kemasyhuran yang abadi seperti Euclid,
ahli ilmu ukur Yunani yang besar. Meskipun semasa hidupnya tokoh-tokoh seperti
Napoleon, Martin Luther, Alexander yang Agung, jauh lebih terkenal ketimbang
Euclid tetapi dalam jangka panjang ketenarannya mungkin mengungguli semua
mereka yang disebut itu.
Selain
kemasyhurannya, hampir tak ada keterangan yang terperinci mengenai kehidupan
Euclid yang bisa diketahui. Misalnya, kita tahu dia pernah aktif sebagai guru
di Iskandariah, Mesir, di sekitar tahun 300 SM, tetapi kapan dia lahir dan
kapan dia wafat betul-betul gelap. Bahkan, kita tidak tahu di benua apa dan di
kota apa dia dilahirkan. Meski dia menulis beberapa buku dan diantaranya masih
ada yang tertinggal, kedudukannya dalam sejarah terutama terletak pada bukunya
yang hebat mengenai ilmu ukur yang bernama The Elements.
Dalam
The Elements, Euclid menggabungkan pekerjaan disekolah yang telah ia ketahui
dengan semua pengetahuan matematika yang ia ketahui dalam suatu perbandingan
yang sistematis hingga menjadi sebuah hasil yang menakjubkan. Kebanyakan dari
pekerjaannya itu bersifat original, sebagai metode deduktif ia
mendemonstrasikan sebagian besar pengetahuan yang diperlukan melalui penalaran.
Dalam Element Euclid pun menjelaskan aljabar dan teori bilangan sebaik ia
menjelaskan geometri.
Arti
penting buku The Elements tidaklah terletak pada pernyataan rumus-rumus pribadi
yang dilontarkannya. Hampir semua teori yang terdapat dalam buku itu sudah
pernah ditulis orang sebelumnya, dan juga sudah dapat dibuktikan kebenarannya.
Sumbangan Euclid terletak pada cara pengaturan dari bahan-bahan dan
permasalahan serta formulasinya secara menyeluruh dalam perencanaan penyusunan
buku. Di sini tersangkut, yang paling utama, pemilihan dalil-dalil serta
perhitungan-perhitungannya, misalnya tentang kemungkinan menarik garis lurus
diantara dua titik.
Sesudah
itu dengan cermat dan hati-hati dia mengatur dalil sehingga mudah difahami oleh
orang-orang sesudahnya. Bilamana perlu, dia menyediakan petunjuk cara pemecahan
hal-hal yang belum terpecahkan dan mengembangkan percobaan-percobaan terhadap
permasalahan yang terlewatkan. Perlu dicatat bahwa buku The Elements selain
terutama merupakan pengembangan dari bidang geometri yang ketat, juga di
samping itu mengandung bagian-bagian soal aljabar yang luas berikut teori
penjumlahan.
Buku
The Elements sudah merupakan buku pegangan baku lebih dari 2000 tahun dan
merupakan buku yang paling sukses yang pernah disusun manusia. Begitu hebatnya
Euclid menyusun bukunya sehingga dari bentuknya saja sudah mampu menyingkirkan
buku yang pernah dibuat orang sebelumnya.
Sebagai
alat pelatih logika pikiran manusia, buku The Elements jauh lebih berpengaruh
ketimbang semua risalah Aristoteles tentang logika. Buku itu merupakan contoh
yang komplit sekitar struktur deduktif dan sekaligus merupakan buah pikir yang
menakjubkan dari semua hasil kreasi otak manusia.
Adil
jika kita mengatakan bahwa buku Euclid merupakan faktor penting bagi
pertumbuhan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan bukanlah sekedar kumpulan
dari pengamatan-pengamatan yang cermat dan bukan pula sekedar generalisasi yang
tajam serta bijak. Hasil besar yang direnggut ilmu pengetahuan modern berasal
dari kombinasi antara kerja penyelidikan empiris dan percobaan-percobaan di
satu pihak, dengan analisa hati-hati dan kesimpulan yang punya dasar kuat di
lain pihak.
Pengaruh
Euclid terhadap Sir Isaac Newton sangat terasa sekali, sejak Newton menulis
buku yang terkenal dengan nama The Principia dalam bentuk
kegeometrian, mirip dengan The Elements. Berbagai ilmuwan mencoba menyamakan
diri dengan Euclid dengan jalan memperlihatkan bagaimana semua kesimpulan
mereka secara logis berasal mula dari asumsi asli. Tak kecuali apa yang
diperbuat oleh ahli matematika seperti Russel, Whitehead dan filosof Spinoza.
Kini,
para ahli matematika sudah memaklumi bahwa geometri Euclid . bukan satu-satunya
sistem geometri yang memang jadi pegangan pokok dan teguh serta yang dapat
direncanakan pula, mereka pun maklum bahwa selama 150 tahun terakhir banyak
orang yang merumuskan geometri bukan a la Euclid. Sebenarnya, sejak teori
relativitas Einstein diterima orang, para ilmuwan menyadari bahwa geometri
Euclid tidaklah selamanya benar dalam penerapan masalah cakrawala yang
sesungguhnya.
Pada
kedekatan sekitar "Lubang hitam" dan bintang neutron --misalnya--
dimana gayaberat berada dalam derajat tinggi, geometri Euclid tidak memberi
gambaran yang teliti tentang dunia, ataupun tidak menunjukkan penjabaran yang
tepat mengenai ruang angkasa secara keseluruhan. Tetapi, contoh-contoh ini
langka, karena dalam banyak hal pekerjaan Euclid menyediakan kemungkinan
perkiraan yang mendekati kenyataan. Kemajuan ilmu pengetahuan manusia
belakangan ini tidak mengurangi baik hasil upaya intelektual Euclid maupun dari
arti penting kedudukannya dalam sejarah.
Di
era kekhalifahan Islam, para saintis Muslim pun turut mengembangkan geometri.
Bahkan, pada era abad pertengahan, geometri dikuasai para matematikus Muslim.
Tak heran jika peradaban Islam turut memberi kontribusi penting bagi
pengembangan cabang ilmu matematika modern itu.
Pencapaian
peradaban Islam di era keemasan dalam bidang geometri sungguh sangat
menakjubkan. Betapa tidak. Para peneliti di Amerika Serikat (AS)
menemukan fakta bahwa di abad ke-15 M, para cendekiawan Muslim telah
menggunakan pola geometris mirip kristal. Padahal, pakar matematika modern saja
baru menemukan pla desain geometri itu pada abad ke-20 M.
Menurut
studi yang diterbitkan dalam Jurnal Science itu, para matematikus Muslim di era
keemasan telah memperlihatkan satu terobosan penting dalam bidang matematika
dan desain seni pada abad ke-12 M. "Ini amat mengagumkan," tutur
Peter Lu, peneliti dari Harvard, AS seperti dikutip BBC .
Peter
Lu mengungkapkan, para matemetikus dan desainer Muslim di era kekhalifahan
telah mamapu membuat desain dinding, lantai dan langit-langit dengan
menggunakan tegel yang mencerminkan pemakaian rumus matematika yang begitu
canggih. ''Teori itu baru ditemukan 20 atau 30 tahun lalu," ungkapnya.
Desain
dalam seni Islam menggunakan aturan geometri dengan bentuk mirip kristal yang
menggunakan bentuk poligon simetris untuk menciptakan satu pola. Hingga saat
ini, pandangan umum yang beredar adalah pola rumit berbentuk bintang dan
poligon dalam desain seni Islam dicapai dengan menggunakan garis zigzag yang
digambar dengan mistar dan kompas.
"Anda
bisa melihat perkembangan desain geometis yang canggih ini. Jadi mereka mulai
dengan pola desain yang sederhana, dan lama-lama menjadi lebih kompleks,"
tambah Peter Lu. Penemuan Peter Lu itu membuktikan bahwa peradaban Islam telah
mampu mencapai kemajuan yang luar biasa dalam bidang geometri.
Lantas
bagaimana matematikus Islam mengembangkan geometri? Pada abad ke-9 M,
matematikus Muslim bernama Khawarizmi telah mengembangkan geometri.
Awalnya, ilmu geometri dipelajari sang matematikus terkemuka dari
buku berjudul The Elements karya Euclid. Ia pun kemudian
mengembangkan geometri dan menemukan beragam hal yang baru dalam studi tentang
hubungan di dalam ruang. Al-Khawarizmi menciptakan istilah secans dan tangens dalam
penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dia juga menemukan Sistem Nomor yang
sangat penting bagi sistem nomor modern. Dalam Sistem Nomor itu,
al-Khawarizmi memuat istilah Cosinus, Sinus dan Tangen untuk menyelesaikan
persamaan trigonometri, teorema segitiga sama kaki, perhitungan luas segitiga,
segi empat maupun perhitungan luas lingkaran dalam geometri.
Penelitian
al-Khawarizmi dianggap sebagai sebuah revolusi besar dalam dunia
matematika. Dia menghubungkan konsep-konsep geometri dari matematika Yunani
kuno ke dalam konsep baru. Penelitian-penelitian al-Khawarizmi menghasilkan
sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan rasional/irasional,
besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai objek-objek aljabar.
Penelitian
al-Khawarizmi memungkinkan dilakukannya aplikasi sistematis dari aljabar.
Sebagai contoh, aplikasi aritmetika ke aljabar dan sebaliknya, aljabar terhadap
trigonometri dan sebaliknya, aljabar terhadap teori bilangan, aljabar terhadap
geometri dan sebaliknya. Penelitian-penelitian ini mendasari terciptanya
aljabar polinom, analisis kombinatorik, analisis numerik, solusi numerik dari
persamaan, teori bilangan, dan konstruksi geometri dari persamaan. Konsep
geometri dalam matematika yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi juga sangat
penting dalam bidang astronomi. Pasalnya Astronomi merupakan ilmu yang mengkaji
tentang bintang-bintang termasuk kedudukan, pergerakan, dan penafsiran yang
berkaitan dengan bintang. Guna menghitung kedudukan bintang terhadap bumi
membutuhkan perhitungan geometri.
Ilmuwan
Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Thabit Ibnu Qurra.
Matematikus Muslim yang dikenal dengan panggilan Thebit itu juga
merupakan salah seorang ilmuwan Muslim terkemuka di bidang Geometri. Dia
melakukan penemuan penting di bidang matematika seperti kalkulus integral,
trigonometri, geometri analitik, maupun geometri non-Eucledian.
Salah
satu karya Thabit yang fenomenal di bidang geometri adalah bukunya yang
berjudul The composition of Ratios ( Komposisi rasio). Dalam buku
tersebut, Thabit mengaplikasikan antara aritmatika dengan rasio kuantitas
geometri. Pemikiran ini, jauh melampaui penemuan ilmuwan Yunani kuno dalam
bidang geometri.
Sumbangan
Thabit terhadap geometri lainnya yakni, pengembangan geometri terhadap teori
Pitagoras di mana dia mengembangkannya dari segi tiga siku-siku khusus ke
seluruh segi tiga siku-siku. Thabit juga mempelajari geometri untuk mendukung
penemuannya terhadap kurva yang dibutuhkan untuk membentuk bayangan matahari.
Selain
itu, ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah
Ibnu al-Haitham. Dalam bidang geometri, Ibnu al-Haitham mengembangkan analitis
geometri yang menghubungkan geometri dengan aljabar. Selain itu, dia juga
memperkenalkan konsep gerakan dan transformasi dalam geometri. Teori Ibnu
al-Haitham dalam bidang persegi merupakan teori yang pertama kali dalam
geometri eliptik dan geometri hiperbolis. Teori ini dianggap sebagai tanda
munculnya geometri non- Euclidean. Karya-karya Ibn al-Haitham itu mempengaruhi
karya para ahli geometri Persia seperti Nasir al-Din al Tusi dan Omar Khayyam.
Namun pengaruh Ibn al-Haytham tidak hanya terhenti di wilayah Asia saja.
Sejumlah ahli geometri Eropa seperti Gersonides, Witelo, Giovanni Girolamo
Saccheri, serta John Wallis pun terpengaruh pemikiran al-Haitham. Salah satu
karyanya yang terkemuka dalam ilmu geometri adalah Kitab al-Tahlil wa
al'Tarkib.
Cendekiawan
Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Abu Nasr Mansur ibnu
Ali ibnu Iraq atau biasa disebut Abu Nasr Mansur. Ia merupakana salah
satu ahli geometri yang mendalami spherical geometri (geometri yang berhubungan
dengan astronomi). Spherical geometri ini sangat penting untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang sulit di dalam astonomi Islam. Umat Islam perlu menentukan
waktu yang tepat untuk shalat, Ramadhan, serta hari raya baik Idul Fitri
maupun Idul Adha. Dengan bantuan spherical geometri, kini umat Muslimbisa
memperkirakan waktu-waktu tersebut dengan mudah. Itulah salah satu warisan ilmu
Abu Nasr Mansur bagi kita saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)